Setelah dinyatakan positif oleh dokter, aku dan suami tentu senang luar biasa. Ga disangka ternyata Allah mengabulkan doa kami begitu cepat. Kabar bahagia itu langsung kami sebar ke orang terdekat, orang tua, saudara, dan sahabat. Ucapan selamat pun mengalir dari mereka dan menambah kebahagian kami.
Aku juga dengan semangat berusaha menjaga titipan Allah ini. Semua pola makan ga sehat yang dulu sangat dekat dengan kehidupanku perlahan mulai aku tinggalkan. Aku udah mulai bisa menghindar dari godaan mie instan yang biasanya aku konsumsi hampir 3x dalam seminggu, ckckckck.... Aku mulai belajar makan sayur dan minum air putih yang banyak. Untuk masalah air putih ini memang sempet bikin aku pusing. Soalnya, aku emang ga suka banget sama namanya air putih. Nah ini mau ga mau harus diminum dong ya. Duuuhh... Beneran deh mendingan disuruh makan sayur ato apalah yang lain daripada minum air putih. Pas mau nelen rasanya mual luar biasa. Tapi demi calon buah hati, aku tahan sebisa mungkin. Aku ga mau hanya karena masalah sepele ini bisa ngerusak kebahagiaan dan rasa syukur kami kepada-Nya.
Ketika kami sedang sangat menikmati anugrah itu, cobaan datang. Pagi tanggal 30 Januari aku flek, bahkan warnanya agak kemerahan. Langsung panik dan minta Deny nganter ke RS Sari Asih. Sampe di sana ternyata dokter kandungan yang sebelumnya menyatakan aku positif hamil sudah ga ada ditempat. Susternya bilang jadwal praktiknya sudah lewat. Sempet sebel sih karena sebelumnya kami dikasih tau kalo si dokter praktek smp jam2 sedangkan kami sampe RS jam1 lbh dikit. Tapi ya sudahlah. Daripada marah2 ga jelas, kami langsung browsing nyari RS lain (thanks to technology yang memudahkan itu semua).
Akhirnya, kami putuskan ke RSIA Muhammadiyah Taman Puring karena lokasinya juga ga terlalu jauh. Kami daftar sebagai pasien dr. Prima Progestian. Waktu itu pilih obgyn-nya random aja karena cuma pengen ngecek dan cari tau penyebab flek (pendarahan) yang aku alamin. Begitu masuk ruang praktiknya, pertama aku dicek lewat USG luar (apalah namanya, pokoknya cuma yg dioles gel gtu). Tapi gambar janin ga terlalu jelas. Dokter langsung mengambil jalan lain yaitu USG transvaginal. Sempet deg2an juga sih karena ini pengalaman pertama, apalagi dr-nya cowo jadi agak malu.
Di sanalah awal cobaan yang kami hadapi. Dr. Prima bilang janinku ga berkembang. Shock banget rasanya. Aku sampe ga percaya apa yang dibilang dokter. Pas aku tanya apa penyebabnya, dokter jawab kemungkinan karena faktor genetis (kromosom ga cocok ato benih yang tidak terlalu sehat). Tapi jawaban dari dokter itu ga bener2 aku dengerin. Aku cuma pengen keluar ruangan dan menangis sekencang mungkin. Dokter memang tidak langsung menyuruhku untuk melakukan tindakan kuret (pengguguran kandungan). Dia ngasih obat dan suntikan yang katanya bisa memperkuat janinku. Dia minta aku balik lagi dalam jangka waktu dua minggu buat ngeliat perkembangan janin. Kalau memang janin ga berkembang, ya mau ga mau harus dikuret. Karena kalau engga, sama saja membiarkan ada sesuatu yang mati dalam tubuh kita.
Keluar dari ruang dokter, aku ga bisa nahan nangis. Aku udah ga peduli sama orang-orang yang menatap heran (atau kasihan). Untung ada Deny di sana yang berusaha menenangkan. Setelah selesai dengan segala pembayaran, kami langsung pulang. Sepanjang jalan, aku juga ga brenti2nya nangis karena ga percaya apa yang dikatakan dokter. Ya Allah kenapa engkau berikan cobaan ini. Pertanyaan itu terus menerus datang dan semakin bikin aku sedih.
Sekali lagi, beruntung aku punya suami yang bisa menenangkan hati. Dia masih percaya kalo dedek yang ada di perutku pasti bisa berkembang. Dia lalu ngajak aku berdoa agar dedeknya bisa dipertahanin. Kepercayaan itulah yang bikin semangat aku muncul lagi dan mulai bisa berpikir positif. Kami pun sepakat untuk mencari second opinion ke obgyn lain.
Sekitar seminggu setelah kunjungan ke dr. Prima, kami membuat janji dengan dr. Achmad Mediana. Awalnya, kami maunya ke RS Gandaria aja, lagi-lagi pertimbangannya karena jarak. Tapi, pas telp RS Gandaria, kami baru tau kalo mau ke dr. Achmad itu harus daftar dulu 1-2 minggu sebelumnya. Weeehhh... Kelamaan yaa... Males deh nunggu lama-lama dan berada dalam situasi yang ga jelas, kami akhirnya ke RSIA Kemang Medical Care (KMC) karena kebetulan dr. Achmad juga praktik di sana. Kenapa harus dr. Achmad sih? Hmmm... Sama kaya dulu pas persiapan wedding, kami tuh percaya banget sama review yang ada di internet. Dan, berdasarkan hasil cyber survey, dr. Achmad itu sepertinya cukup banyak yang merekomendasikan.
Ketemu dr. Achmad hari Selasa (9/2) sekitar jam 10 pagi. Bener aja kata review orang itu. Pertama kali beliau rasanya sudah tenang. Trus dokter periksa aku lewat USG transvaginal. Pas di USG, sepertinya dokter sudah menemukan ada yang salah. Tapi dia ga langsung bilang. Dia cuma bilang kalo di dalam rahimku ada dua yolk (kalo ga salah ini bakal plasenta). Harusnya dalam keadaan normal cuma ada satu. Selesai periksa dalam, dokter ngajak aku dan suami untuk diskusi. Pertama-tama dia ngejelasin masalah-masalah apa yang umum terjadi di trimester awal kehamilan. Dia nerangin dengan santai dan menggunakan kalimat yang ga bikin aku drop.
Setelah diskusi yang cukup panjang, dokter meyakinkan bahwa janinku memang bermasalah dan harus diambil. Tapi dr. Achmad ini ngasih taunya dengan hati-hati, kayanya dia tau deh kalo pasiennya cengeng, hehe... Dia nyuruh aku ikhlas dan meyerahkan semua ini sama Allah. Dia ga langsung nyuruh aku kuret, malah mempersilahkan aku untuk nyari pendapat dr dokter lain. Pokoknya ga langsung memvonis harus begini dan begitu.
Sedih pasti masih ada. Nangis juga masih (gmna dong aku kan memang terlahir cengeng,hihihi...). Kecewa karena begitu cepat Tuhan memberi aku dan suami anugrah, tapi begitu cepat pula dia ambil kembali anugrah itu. Tapi ga tau kenapa, setelah dapat wejangan dari dr. Achmad, rasa sedih itu ga terlalu menyesakkan. Ga tau kenapa aku seperti mendapat pencerahan bahwa semua itu memang sudah takdir dariNya yang harus kami jalanin.
Ikhlas. Cobaan ini seperti menampar kami karena ternyata masih banyak pelajaran agama yang belum kami kerjakan. Dan yang tersulit adalah pelajaran untuk ikhlas. Mungkin, kalo ga dikasih cobaan ini, kami sampai kapanpun ga akan tau bagaimana caranya untuk ikhlas sepenuhnya.
Keikhlasan itulah yang insya Allah mengantarkan calon bayi kami bertemu dengan sang pencipta sebelum dia sempat dilahirkan. Kami putuskan untuk kuret dua hari setelah itu. Saat itu juga aku berusaha melepas kepergian dedek tanpa tangisan. Aku mau nunjukin ke dia kalo ibunya kuat. Selamat jalan dedek... Semoga keikhlasan kami melepasmu menjadi bekal kami di kehidupan. Amien...
*sayang dedek*
.jpg)
ini gambar dedek sebelum aku dikuret. Usianya sudah memasuki minggu ke-11. Dan harusnya dedek diperkirakan lahir 14 September 2010... :)
